Rabu, 14 Juli 2010

Peninggan di Maluku Utara

BENTENG KASTELA

Latar Belakang
Maluku Utara kaya akan sumber rempah-rempah yang melimpah (emas hitam). Tanpa rempah-rempah di Maluku Utara tidak mungkin bangsa ini di jajah. Kedatangan bangsa Eropa selain tujuan menguasai rempah-rempah (monopoli) perdagangan dengan merebut jalur perdagangan di Malaka. yang awalnya di kuasai oleh Cina, Arab, Gujarat, Persia dalam perdagangan pada abad ke 7 dan 15. Cengkeh adalah komoditi yang mahal di Eropa, karena kegunaannya dalam dunia medis dan bumbu masakan.
Sebelum kedatangan Portugis dan Spanyol di Nusantara, ada perdebatan sengit antara pihak ilmuan dan pihak gereja. Pembuktian bahwa bumi ini bulat oleh Copernicus (Holiosentris) bumi berputar pada porosnya dan di lain pihak oleh Gereja (Geosentris) yang membenarkan bahwa bumi ini datar. Pada abad ke 17 atau 1609, Galileo menyatakan kepercayaan bahwa Copernicus berada pada pihak yang benar, tetapi pada waktu itu ia tidak tahu cara membuktikannya. Copernicus sendiri di hukum mati oleh pihak gereja yang tidak sepaham.
Ajaran Copernicus dan Galileo yang menyatakan bahwa “bumi ini bulat” sangat mempengaruhi dan mendorong pelaut Spanyol dan Portugis serta Negara-negara eropa lainnya berlayar mengarungi samudra mencari daerah baru. Bahkan, Galileo dengan ajaran holiocentrismenya telah membuka jalan bagi usaha untuk mempelajari ruang angkasa yang di laksanakan oleh para ilmuan dalam abad ke-20. Dengan di temukan alat-alat nafigasi seperti kompas dan peta maka lebih mempermudah dalam mengarungi lautan, dan kemudian sampai ke Maluku Utara pada tahun 1512.
Benteng Kastela di dirikan pada tahun 1522 oleh Gubernur Jendral Antonio de Brito dengan nama asli (Nostra Senhora del Rosario). Kemudian di lanjutkan oleh Gracia Hernandeques, pada tahun 1530 oleh Gonsalo Pireira, dan terakhir di selesaikan oleh Gubernur ke-8 Jorge de Gastro pada tahun 1540. Portugis menempati benteng ini sampai tahun 1572. Bahan baku pembuat benteng yang terdiri dari batuan kali dan batuan karang di baker kemudian di jadikan sebagai perekat. Ketebalan tembok benteng berkisar antara 40 cm hingga 270 cm. Benteng ini termasuk terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Pada tanggal 24 Juni 1522, dengan di hadiri oleh orang Portugis dan bangsawan Ternate, Dom Antonio meletakan batu pertama pembangunan benteng pertama Portugis di Ternate. Rohaniawan Portugis membabtis benteng tersebut dengan nama Nostra Senhora del Rosario, tetapi nama ini kurang terkenal atau kurang di pakai oleh masyarakat karena justru sering menyebut dengan benteng ini Gamalama, yakni nama Istana raja dan nama kota tersebut.
Benteng ini menjadi saksi bisu kekejaman Portogis di mana telah membunuh Sultan Khairun 27 Februari 1570. Gubernur Masquita menyuruh seorang prajurit yakni kemenakannya sendiri, Antonio Pimental menusuk Khairun dengan sebuah keris. Atas peristiwa pembunuhan tersebut, Sultan Babullah (1570-1583) bangkit melawan Portugis dan akhirnya Portugis terusir dari Benteng Kastela dan Ternate pada tahun 1574. di benteng ini pula bangsa Portugis terkurung selama kurang lebih lima tahun lamanya, sampai mereka menyatakan menyerah kepada Sultan Babullah. Sultan Babullah meninggal pada tahun 1583 dan di makamkan di desa Foramadiahi.
Dalam melakukan misinya apa yang sering di sebut dengan teori 3 G yakni Kekuasaan (Glory), Keserahahan/emas (Gold), dan Agama (God). Mereka memaksakan kehendak mereka dengan bujuk rayu pada pemimpin setempat untuk melegitimasi keberadaan mereka. Dengan jalan ini mereka dapat melakukan monopoli rempah-rempah. Tahun 1610 Gamu-Lamo masih diduduki orang-orang Kastilia (sebutan bagi orang-orang Spanyol) dengan garnisun 500 prajurit dan 38 meriam kaliber besar. Namun setelah Belanda datang menyerbu dan meratakan dengan tanah benteng Gamlamo
Benteng di Kastela dalam perkembangannya mampu mempertahankan diri dari serangan musuh, dan dari benteng inilah di kirim ekspedisi-ekspedisi melalui darat dan laut untuk menghancurkan mereka yang dianggap membahayakan perdagangan Portugis. Hal tersebut dimungkinkan karena di benteng ini terletak markas besar pasukan Portugis. Di benteng ini juga terjadi pemusatan kegiatan misionaris, penyebaran agama Katholik, di Maluku hingga Sulawesi yang dikendalikan atau diurus dari benteng ini, yaitu di Moro (Halmahera), Bacan, Ambon, Sulawesi Utara dan kepulauan Sangi (Sangir).
Kondisi benteng Kastela, secara keseluruhan kini hanya tinggal puing-puing saja, seperti yang diungkapkan Frater Miguel de Pareja kepada Gubernur Don Manuel de Leon di tahun 1671 bahwa, di benteng utama, yakni Gamolamo, tidak ada satupun batu yang tersisa. Belanda telah memindahkannya untuk benteng (Malayo ?) yang mereka bangun (Jacobs, 1984:658). Di tahun 1664 benteng telah berada dalam keadaan kosong, dan di tahun itu juga benteng dirobohkan. Dengan begitu, benteng ini tidak mempunyai hubungan sebagai monumen Belanda. Namun begitu hal ini tentunya perlu ada tindakan pencegahan dari kerusakan alami dan faktor kesengajaan manusia, termasuk mengingat adanya bukti-bukti aktifitas manusia berupa pengumpulan sebagian batu-batu dinding bangunan yang dimanfaatkan masyarakat
Kondisi benteng ini sangat memprihatinkan karena tidak terawat sebagaimana mestinya, kemudian ada beberapa bangunan tambahan seperti Monumen, pot bunga dan setapak yang terbuat dari semen membuat nilai sejarahnya berkurang. Bagaimanapun benteng adalah sebuah investasi buat daerah dan ilmu pengetahuan, oleh karena itu mari kita bangun kesadaran bersama dalam melestarikan Benda Cagar Budaya (BCB).





DAFTAR PUSTAKA


Amal M. Adnan, Kepulauan Rempah-rempah, Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950. Makassar: Gora Pustaka Indonesia, 2009.

Djafar, Irza Arnyta, Jejak Portugis di Maluku Utara. Cetakan kedua. Yogyakarta: Ombak, 2007.

H. Hart, Michael, 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa, Batam: Karisma Publishing Group, 2005